hatiku untukmu..... yi2

Yi… Aku akan selalu sayang sekalipun kamu membenciku

Selasa, 06 Juli 2010

polio

A. PENGERTIAN
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός "abu-abu" dan μυελός "bercak". Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi. Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak

B. JENIS – JENIS POLIO
1. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik — yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat — menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas — kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

3. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
C. ETIOLOGI
Polio disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai virus polio. Virus ini merupakan virus RNA beruntai tunggal milik keluarga Picornaviridae dan genus Enterovirus. The virus polio hanya menginfeksi manusia adalah lebih umum selama bulan-bulan musim panas di daerah beriklim sedang. Dalam iklim tropis, maka virus polio tidak menunjukkan pola musiman. Namun, dengan cepat virus polio tidak aktif oleh panas, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Virus penyebab polio sangat menular dan dapat dengan mudah menyebar dari satu orang ke orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila seseorang terinfeksi oleh virus polio, transmisi polio kontak antara rumah tangga rentan terjadi di hampir semua anak-anak di rumah dan di lebih dari 90 persen orang dewasa di rumah tangga. Ketika seseorang terinfeksi oleh virus polio, virus hidup di saluran pencernaan dan lendir di hidung dan tenggorokan. Penyakit ini menular melalui kontak dengan kotoran orang yang terinfeksi. Meskipun jarang terjadi, virus polio ini menyebar melalui kontak dengan cairan saluran pernapasan atau air liur. Setelah seseorang mendapat terinfeksi oleh virus polio, ia tidak menjadi sakit segera. Gejala penyakit biasanya muncul setelah 7 sampai 14 hari, tetapi periode inkubasi ini dapat sesingkat 4 hari atau selama 35 hari di beberapa orang.

D. TANDA DAN GEJALA
• Suhu tubuh meningkat
• Sakit kepala disertai mual dan muntah
• Kram pada otot leher dan punggung
• Otot terasa lembek jika disentuh
• Kelumpuhan terjadi dalam 1 minggu permulaan sakit
• Terjadi kelimpuhan yang permanen
• kaku kuduk dan punggung
• kelemahan otot asimetrik
• onsetnya cepat
• segera berkembang menjadi kelumpuhan
• lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
• perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
• peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
• sulit untuk memulai proses berkemih
• sembelit
• perut kembung
• gangguan menelan
• nyeri otot
• kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
• ngiler
• gangguan pernafasan
• rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
• refleks Babinski positif.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada. Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.

F. PATOFISIOLOGI
Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam tenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan pembuluh getah bening Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

G. VIRUS POLIO
Ada tiga tipe virus: tipe 1, 2, dan 3. Tipe 1 adalah yang terganas dan umum terjadi. Tipe 2 tak pernah terdeteksi di seluruh dunia sejak 1999.
 SIKLUS HIDUP VIRUS POLIO
1. Satu virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah.
2. Reseptor-reseptor sel saraf menempel pada virus.
3. Capsid (kulit protein) dari virus pecah untuk melepaskan RNA (materi genetik) ke dalam sel.
4. RNA polio bergerak menuju sebuah ribosom-stasiun perangkai protein pada sel.
5. RNA polio menduduki ribosom dan memaksanya untuk membuat lebih banyak RNA dan capsid polio.
6. Capsid dan RNA polio yang baru bergabung untuk membentuk virus polio baru.
7. Sel inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus polio baru kembali ke aliran darah.

H. DIAGNOSA
Virus polio dalan penderita akan memperbanyak diri dalam sel-sel di daerah mulut dan usus halus yang kemudian menyebar ke jaringan limfe. Terjadi viremia, virus menyebar dalam darah dan antara 1-4 minggu, terkena susunan saraf terutama atau predileksinya pada daerah sel-sel motorik di kornu anterior.Kemungkinan virus dapat mencapai susunan saraf melalui saraf perifer usus kecil. Perlu diketahui bahwa lebih dari 90% orang yang terinfeksi virus polio tidak mengalami kelumpuhan, jadi hanya ada keluhan demam saja atau mencret. Kenapa virus tersebut memilih kornu anterior karena katanya di situ terdapat reseptor pada permukaan selnya, demikian juga di daerah inti motorik di batang otak, dan sel betz. Karena yang terkena kornu anterior merupakan pusat motorik di sumsum tulang belakang atau medulla spinalis maka gejalanya terjadi kelumpuhan lemas.Kemudian virus berkembang biak di tenggorokan dan usus dan kemudian menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah, serta menyebar ke seluruh tubuh. Sasaran virus polio terutama adalah sistem saraf yaitu ke otak, sumsum tulang belakang dan simpul-simpul saraf.Dalam sistem saraf virus polio menyerang dan merusak simpul-simpul saraf sehingga tidak berfungsi. Biasanya yang diserang saraf penggerak otot tungkai/kaki dan kadang-kadang tangan. Inilah yang kemudian menyebabkan kelumpuhan dengan mengecilnya tungkai, sehingga jalan menjadi tidak sempurna.Namun, virus ini dapat pula menyerang saraf otot lengan dan tangan. Ia bahkan bisa menyerang bagian otak sehingga susah menelan waktu makan, mengalami kesulitan bernapas, dan akhirnya menimbulkan kematian.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi. Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat.

I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan total.
Jika menyerang otak atau korda spinalis, merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan).

J. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala umum serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota gerak setelah demam selama 2-5 hari.
Berikut fase-fase infeksi virus tersebut:
• stadium akut
Yaitu fase sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu. Ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat. Kadang disertai sakit kepala dan muntah-muntah. Kelumpuhan terjadi akibat kerusakan sel-sel motor neuron di bagian tulang belakang (medula spinalis) lantaran invasi virus. Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan gangguan bentuk tubuh (deformitas) yang menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan yang terjadi sebagian besar pada tungkai kaki (78,6%), sedangkan 41,4% pada lengan. Kelumpuhan ini berlangsung bertahap sampai sekitar 2 bulan sejak awal sakit.
• stadium subakut
Yaitu fase 2 minggu sampai 2 bulan. Ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Terjadi kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya salah satu sisi saja.
• stadium konvalescent
Yaitu fase pada 2 bulan sampai dengan 2 tahun. Ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang sebelumnya lemah. Sekitar 50-70 persen fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya setelah 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi pemulihan kekuatan otot.
• stadium kronik
Yaitu lebih dari 2 tahun. Kelumpuhan otot yang terjadi sudah bersifat permanen.

K. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat 3 pola dasar pada infeksi polio
1) Infeksi subklinis ( tanpa gejala atau berlangsung kurang dari 72 jam )
 Demam ringan
 Sakit kepala
 Tidak enak badan
 Nyeri tenggoriokkan
 Tenggorokkan tampak memerah
 Muntah
2) Non paralitik ( gejala berlangsung 1-2 minggu)
 Demam sedang
 Kaku kuduk
 Muntah
 Diare
 Kelelahan yang luar biasa
 Rewel
 Nyeri atau kaku punggung, lengan , tungkai dan perut
 Ruam kulit atau luka dikulit yang terasa nyeri
 Kekakuan otot
3) Paralitik
 Demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya
 Sakit kepala
 Kaku kuduk dan punggung
 Kelemahan otot asimetrik
 Onsetnya cepa
 Segera berkembang
 Lokasinya tergantung pada bagian korda spinalis yang terkena
 Peka terhadap sentuhan
 Sulit untuk memulai proses berkemih
 Sembelit
 Perut kembung
 Gangguan menelan
 Nyeri dan kejang otot

L. UPAYA PENCEGAHAN
Ada beberapa langkah upaya pencegahan penyebaran penyakit polio ini, di antaranya adalah:
• Eradikasi Polio
Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar negara di seluruh penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program ERAPO yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan cakupan imunisasi yang menyeluruh.
• PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Selanjutnya, pemerintah mengadakan PIN pada tahun 1995, 1996 dan 1997. Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5 tahun; 5 tahun; dan usia 15 tahun.Upaya imunisasi yang berulang ini tentu takkan menimbulkan dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang efisien dan efektif dalam pencegahan penyakit polio.
• Survailance Acute Flaccid Paralysis
Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan apakah karena polio atau bukan. Berbagai kasus yang diduga infeksi polio harus benar-benar diperiksa di laboratorium karena bisa saja kelumpuhan yang terjadi bukan karena polio.

• Mopping Up
Artinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia di bawah 5 tahun di daerah ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.Tampaknya di era globalisasi dimana mobilitas penduduk antarnegara sangat tinggi dan cepat, muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan vaksinasi polio tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi risiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan ini.Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan polio. Namun, sebenarnya orang tua tak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh vaksinasi polio lengkap.egahan dilakukan melalui imunisasi (vaksinasi), yaitu memberikan vaksin polio kepada anak-anak sehingga tercegah dari serangan polio. Dengan meminum vaksin, di dalam tubuh kita akan terbentuk antibodi yang bisa melawan serangan virus polio. Artinya, dengan vaksinasi tubuh kita akan memeroleh "senjata" yang bisa melawan serangan polio. Sebaliknya, orang yang tidak vaksinasi tidak akan memeroleh "senjata" tersebut, sehingga pada saat terinfeksi virus polio, virus akan dengan leluasa berkembang-biak di dalam tubuh dan akhirnya menyebabkan gejala polio.

 Vaksin polio merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak.
Terdapat 2 jenis vaksin polio:
o Vaksin Salk, merupakan vaksin virus polio yang tidak aktif
o Vaksin Sabin, merupakan vaksin virus polio hidup.
Yang memberikan kekebalan yang lebih baik (sampai lebih dari 90%) dan yang lebih disukai adalah vaksin Sabin per-oral (melalui mulut). Tetapi pada penderita gangguan sistem kekebalan, vaksin polio hidup bisa menyebabkan polio. Karena itu vaksin ini tidak diberikan kepada penderita gangguan sistem kekebalan atau orang yang berhubungan dekat dengan penderita gangguan sistem kekebalan karean virus yang hidup dikeluarkan melalui tinja.

M. PENGOBATAN
Polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti-virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot pernafasan menjadi lemah, bisa digunakan ventilator. Tujuan utama pengobatan adalah mengontrol gejala sewaktu infeksi berlangsung. Perlengkapan medis vital untuk menyelamatkan nyawa, teruatma membantu pernafasan mungkin diperlukan pada kasus yang parah. Jika terjadi infeksi saluran kemih, diberikan antibiotik.
Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri dan kejang otot, bisa diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bisa dikurangi dengan kompres hangat. Untuk memaksimalkan pemulihan kekuatan dan fungsi otot mungkin perlu dilakukan terapi fisik, pemakaian sepatu korektif atau penyangga maupun pembedahan ortopedik. Berbicara mengenai pengobatan, kalau sudah terjadi kelumpuhan dan otot mengecil memang sukar dan tinggal melakukan fisioterapi. Dalam keadaan akut, penderita diberi obat antinyeri, kompres hangat untuk menghilangkan rasa nyeri, dan menghindari terjadinya regangan pada otot diberikan splint. Perlu dilakukan gerakan pasif pada otot secara halus. Kemudian ketika keadaan sudah tidak akut, 2 minggu kemudian dapat dilakukan fisioterapi latihan otot secara aktif. Jika terjadi deformitas dilakukan operasi.Jika terjadi bulber paralise maka dapat dilakukan ventilasi dengan trakheotomi atau dengan pemasangan ventilator. Menurut penelitian, non-invasive ventilator lebih baik daripada invasive atau dengan trakheotomi.

N. EPEDEMIOLOGI PENYAKIT POLIO
1.Identifikasi
Infeksi viral yang sering dikenal dengan nama flaccid paralysis akut. Infeksi virus polio terjadi didalam saluran pencemaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke sistem saraf. Flaccid paralysis terjadi pada kurang dari 1% dari infeksi poliovirus. Lebih dari 90% infeksi tanpa gejala atau dengan demam tidak spesifik. Meningitis aseptik muncul pada sekitar 1% dari infeksi. Gejala klinis minor berupa demam, sakit kepala, mual dan dan muntah. Apabila penyakit berlanjut ke gejala mayor, timbul nyeri otot bera! dan kaku kuduk dan punggung dan dapat terjadi flaccid paralysis. Karakteristik paralisis pada poliomyelitis adalah asimetris dengan demam terjadi pada awal serangan. Tingkat kelumpuhan yang maksimum dicapai dalam waktu relatif pendek, biasanya dalam waktu 3-4 hari. Lokasi kelumpuhan tergantung lokasi kerusakan sel saraf pada sumsum tulang belakang atau batang otak. Kaki lebih sering terkena dibanding lengan. Paralisis dari otot pemafasan dan atau otot menelan akan membahayakan jiwa. Perbaikan paralisis dapat ditemui pada periode penyembuhan, namun apabila paralisis tetap ada setelah 60 hari kemungkinan paralisis akan menetap. Kadang-kadang walaupun jarang kelemahan otot dapat muncul kembali setelah sembuh dari sakit, beberapa tahun setelah infeksi (sindroma post polio); hal ini bukan karena virus polio masih ada didalam tubuh penderita.
Di negara endemis tinggi, kasus polio yang sangat khas dapat dikenal secara klinis. Di negara dimana polio tidak ada atau terjadi pada tingkat prevalensi yang rendah, poliomyelitis hams dibedakan dengan paralisis lain dengan melakukan isolasi virus dari tinja. Enterovirus lain (tipe 70 dan 71), echovirus dan coxackievirus dapat menyebabkan kesakitan menyerupai paralytic poliomyelitis. Penyebab paling sering dari AFP yang hams dibedakan dengan poliomyelitis adalah Guillain Barre Syndrome (GBS). Paralisis dari GBS secara khas adalah simetris dan dapat berlanjut selama 10 hari. Demam, sakit kepala, mual, muntah dan pleocytosis. Karakteristik dari polimyelitis biasanya tidak ditemukan pada GBS, protein tinggi dan jumlah hitung sel yang rendah pada cairan LCS serta perubahan sensorik pada sebagian besar kasus ditemukan pula pada GBS. Acute motor neuropathy (China paralytic syndrome) merupakan penyebab AFP di Cina bagian Utara dan kemungkinan juga ditemukan di tempat lain; muncul sebagai KLB musiman dan sangat mirip dengan poliomyelitis. Demam dan pleocytosis LCS biasanya tidak ada, tetapi paralisis dapat menetap untk beberapa bulan. Penyebab penting lain dari AFP an tara lain transverse myelitis, traumatic neuritis, neuropathy toksik atau neuropati infeksius, tick paralysis, myasthenia gravis, pophyria, botulisme, keracunan insektisida, polymyositis, trichinosis dan periodic paralysis. Diagnosa banding dari acute nonparalytic poliomyelitis antara lain berbagai bentuk meningitis non bakterial akut, meningitis purulenta, abses otak, meningitis tuberkulosa, leptospirosis, lymphocytic choriomeningitis, infectious mononucleosis, encephalitides, neurosyphilis dan toxic encephalopathy. Kepastian diagnosa laboratorium ditegakkan dengan isolasi virus dari sampel tinja, sekresi oropharyng dan LCS pada sistem kultur sel dari manusia atau monyet (primate cells).Diferensiaasi dari virus liar dengan strain virus vaksin dapat dilakukan di laboratorium khusus. Diagnosa presumtif dibuat dengan adanya peningkatan titer antibodi empat kali lipat atau lebih, narnun neutralizing antibodies spesifik mungkin sudah muneul begitu kelumpuhan terjadi, sehingga kenaikan titer antibodi yang bermakna pada pasangan sera mungkin belum muneul. Respons antibodi setelah pemberian imunisasi sarna dengan respons antibodi sebagai akibat infeksi virus polio liar. Oleh karena pemakaian vaksin polio yang berisi virus hidup sangat luas, maka interpretasi terhadap respons antibodi menjadi sulit apakah karena disebabkan virus vaksin ataukah virus liar. Keeuali untuk mengesampingkan diagnosa polio pada anak-anak dengan immunocompetent namun tidak terbentuk antibodi.

2. Penyebab penyakit
Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3; semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 palng sering menyebabkan wabah. Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3.

3. Distribusi penyakit
Sebelum program imunisasi polio dilakukan seeara luas, polio ditemukan tersebar di seluruh dunia. Sebagai hasil dari Program Pengembangan Imunisasi (Expanded Programme on Immunization) yang dilaksanakan di seluruh dunia ditarnbah dengan inisiatif WHO untuk melakukan eradikasi polio di seluruh dunia, jumlah kasus polio yang dilaporkan menurun seeara drastis. Penderita polio terakhir yang dilaporkan disebabkan oleh virus liar indigeneous di belahan bumi bagian barat adalah di Peru pada bulan Agustus tahun 1991. Polio sudah sangat dekat memasuki tahap eradikasi. Risiko penularan polio sangat ini masih ditemukan di anak benua India, Afrika Tengah dan Afrika bagian Barat. Negara-negara Afrika yang tereabik-eabik oleh perang dimana infrastruktur pelayanan kesehatan haneur mempunyai risiko terjadinya wabah polio. WHO menetapkan tahun 2000 sebagai tahun tereapainya eradikasi polio global. Namun para ahli berpendapat bahwa diperlukan beberapa tahun lagi setelah tahun 2000 untuk meneapai eradikasi polio seeara global.
Walaupun transmisi virus polio liar di negara-negara maju sudah menurun seeara drastis namun aneaman terjadinya KLB polio masih tetap ada. Sebagai eontoh pada tahun 1992¬1993 terjadi KLB polio di Belanda yang menimpa kelompok-kelompok keagamaan yang menolak diberikan imunisasi. Virus polio juga ditemukan pada kelompok keagamaan yang sarna di Kanada, narnun tidak ditemukan adanya kasus polio klinis. Kasus polio ditemukan di negara maju yang menyerang orang-orang yang belum pemah diimunisasi yang mengadakan perjalanan ke negara endemis. Kasus polio di negara maju ditemukan di kalangan imigran yang tidak pemah mendapatkan imunisasi setelah pulang dari mengunjungi tanah leluhur mereka. Kasus polio lain yang ditemukan di negara maju umumnya vaccine related, yaitu yang disebabkan oleh virus vaksin. Di AS setiap tahun dilaporkan 5-10 penderita polio yang disebabkan oleh virus vaksin.
Hal ini dimungkinkan oleh karena vaksin polio yang dipakai sebagian besar adalah vaksin polio yang berisi virus hidup (OPV). Separuh dari kasus polio yang disebabkan oleh virus vaksin ini terjadi pada orang dewasa oleh karena kontak dengan orang yang telah mendapatkan vaksinasi. Di daerah endemis, kasus polio muneul seeara sporadis ataupun dalam bentuk KLB. Jumlah penderita meningkat pada akhir musim panas dan pada saat musim gugur di daerah beriklim dingin. Di negara-negara tropis, puneak musiman terjadi pada saat musim panas dan musim hujan, namun jumlah kasus tidak begitu banyak. Polio masih merupakan penyakit yang menyerang bayi dan anak-anak. Disebagian besar negara endemis 70-80% penderita polio berusia dibawah 3 tahun, dan 80-90% berusia dibawah 5 tahun. Mereka yang mempunyai risiko tinggi tertulari adalah kelompok rentan seperti kelompok-kelompok yang menolak imunisasi, kelompok minoritas, para migran musiman, anak-anak yang tida terdaftar, kaum nomaden, pengungsi dan masyarakat
miskin perkotaan.

4. Reservoir
Manusia satu-satunya reservoir dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent infection) terutama anak-anak. Belum pemah ditemukan adanya carrier virus liar yang berlangsung lama Ilihat uraian di bawah).

5. Cara-cara penularan
Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui rute oro-fekal; virus lebih mudah dideteksi dari tinja, dalarn jangka waktu panjang dibandingkan dari sekret tengorokan. Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang baik, penularan terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofekal. Walaupun jarang, susu, makanan dan barang-barang yang tereemar dapat berperan sebagai media penularan. Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio. Air dan limbah jarang sekali dilaporkan sebagai sumber penularan.

6. Masa inkubasi:Umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari.

7. Masa penularan .
Tidak diketahui dengan tenpat, namun penularan dimungkinkan tetap terjadi sepanjang virus masih dikeluarkan melalui tinja. Virus polio dapat ditemukan didalam sekret tenggorokan dalam waktu 36 jarn dan pada tinja 72 jam setelah terpajan dengan infeksi baik dengan penderita klinis maupun dengan kasus inapparent. Virus tetap dapat ditemukan pada tenggorokan selama 1 minggu dan didalam tinja 3-6 minggu atau lebih. Penderita polio sangat menular selarna beberapa hari sebelum dan beberapa hari sesudah
gejala awal.

8. Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi virus polio, namun kelumpuhan terjadi hanya sekitar 1% dari infeksi. Sebagian dari penderita ini akan sembuh dan yang masih tetap lumpuh berkisar antara 0,1% sampai 1%. Angka kelumpuhan pada orang-orang dewasa non imun yang terinfeksi lebih tinggi dibandingkan dengan anak dan bayi yang non imun. Kekebalan spesifik yang terbentuk bertahan seumur hidup, baik sebagai akibat infeksi virus polio maupun inapparent. Serangan kedua jarang terjadi dan sebagai akibat infeksi virus polio dengan tipe yang berbeda. Bayi yang lahir dari ibu yang sudah diimunisasi mendapat kekebalan pasif yang pendek. Injeksi intramuskuler, trauma atau tindakan pembedahan selama masa inkubasi atau pada saat muneul gejala prodromal dapat meningkatkan risiko terkenanya saraf bulber. Akti vitas otot berlebihan pada peri ode prodromal dapat menjadi pencetus untuk terjadinya kelumpuhan.

9. Cara-cara penanggulangan
A. Cara-cara pencegahan
I) Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi sedini mungkin semasa anak-anak.
2) Sejak akhir tahun 1999, kedua jenis vaksin baik vaksin trivalen hidup orang yang berisikan virus hidup yang dilemahkan (attenuated) (OPV) maupun vaksin suntikan yang berisikan virus polio mati (IPV) bisa didapat secara komersial. Pemakaian kedua jenis vaksin ini di berbagai negara berbeda-beda. Vaksin oral polio (OPV) menirukan infeksi alamiah yang terjadi di alam. OPV merangsang pembentukan antibodi baik antibodi di dalam darah maupun antibodi lokal pada jonjot (viIi) usus. Oisamping itu virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang di sekitarnya dengan eara penyebaran sekunder. Oi negara-negara berkembang dilaporkan bahwa angka serokonversi rendah dan vaccine efficacy menurun. Namun hal ini dapat diatasi dengan pemberian dosis tambahan melalui kampanye. Pada pemberian air susu ibu tidak menyebabkan pengurangan yang bermakna terhadap daya lindung yang diberikan oleh OPV. WHO merekomendasikan untuk memakai OPV saja dalam program imunisasi di ngara berkembang oleh karena murah, mudah pemberiannya dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam memberikan imunitas pada masyarakat.
IPV seperti halnya OPV dapat memberikan perlindungan kepada individu bagus sekali dengan merangsang pembentukan antibodi dalam darah yang memblokir penyebaran virus ke sistem saraf pusat.Baik OPV maupun IPV kedua-duanya merangsang pembentukan kekebalan intestinal. Banyak negara maju berpindah ke pemakaian IPV saja untuk imunisasi rutin, setelah terbukti jelas selama beberapa tahun virus polio liar telah tereliminasi. Lima orang dengan gangguan imunodefisiensi primer diketahui seeara terus-menerus mengeluarkan virus yang berasal dari OPV pada kotorannya selama 4 sampai 7 tahun lebih. Makna dari temuan ini adalah dalam rangka pertimbangan akan kemungkinan pada suatu saat untuk menghentikan imunisasi polio. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya kejadian serupa di negara-negara berkembang.

3) Rekomendasi untuk imunisasi rutin: Dari tahun 1962 sampai dengan tahun 1997, OPV merupakan vaksin pilihan utama untuk imunisasi rutin di Amerika Serikat. Pada bulan Januari tahun 1997, COC Atlanta merekomendasikan pemberian IPV pad a umur 2 dan 4 bulan dan OPV pada umur 12-18 bulan dan umur 4-6 tahun. Berlaku efektif sejak bulan Januari tahun 2000, semua anak di Amerika Serikat harus menerima 4 dosis IPV berturut¬turut pada umur 2 bulan, 4 bulan, 6-18 bulan dan umur 4-6 tahun. OPV hanya dipakai pada keadaan khusus seperti berikut ini: (I) Imunisasi massal untuk menanggulangi KLB polio paralitik; (2) Untuk anak yang belum diimunisasi yang akan melakukan perjalanan kurang dari 4 minggu ke suatu wilayah dimana polio merupakan penyakit endemis; dan (3) Anak dari orang tua yang tidak berkenan anaknya diberi suntikan vaksin sejumlah yang seharusnya. Anak-anak ini dapat diberikan OPV saja untuk dosis ketiga dan keempat atau kedua-duanya; pad a situasi seperti ini petugas kesehatan sebaiknya memberikan penjelasan sebelum meneteskan OPV akan risiko kemungkinan terjadinya paralisis yang berkaitan dengan vaksin vaccine associated paralytic polio (VAAP) kepada orang tuanya atau kepada yang mengasuh.Harus diantisipasi bahwa ketersediaan OPV dimasa yang akan datang di Amerika Serikat akan sangllt terbatas. Oi negara berkembang WHO merekomendasikan pemberian OPV pada usia 6, 10 dan 14 minggu. Oi negara endemis polio, dosis tambahan OPV direkomendasikan untuk diberikan pada waktu lahir (OPV). Di negara endemis polio, WHO menganjurkan dilakukan Kampanye Iniunisasi Nasional (National Immunization Campaign) dengan memberikan 2 dosis OPV dengan interval I bulan kepada semua anak umur kurang dari 5 tahun tanpa melihat status vaksinasi sebelumnya. Kampanye ini sebaiknya diselenggarakan pada musim dingin dan musim kering untuk mendapatkan dampak yang maksimum. Apabila tingkat penanggulangan yang telah tereapai di suatu negara sudah baik, maka kampanye imunisasi dengan target hanya daerah risiko tinggi saja dapat dilakukan.
Catatan: Indonesia telah melaksakan kampanye Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk polio berturut-turut pada tahun 1 995, 1996, 1997 dan diulang lagi pada tahun 2000. Kontraindikasi pemberian OPV an tara lain imunodefisiensi kongenital (B¬lymphocyte deficiency, thymic dysplasia), terapi imunosupresif (HIV/AIDS, lymphoma, leukemia, penyakit keganasan lain) dan orang dengan imunodefisiensi dalam keluarga (IPV sebaiknya diberikan kepada orang ini). Namun demikian di daerah dimana polio masih merupakan masalah, WHO merekomendasikan pemakaian OPV bagi bayi yang kemungkinan terinfeksi dengan HIV. Oiare tidak dianggap sebagai kontraindikasi untuk pemberian OPV.
Pada saat OPV merupakan vaksin yang direkomendasikan untuk dipakai, maka polio paralitik yang terjadipada penerima vaksin atau kontak yang sehat meneapai angka 1 per 2,5 juta dosis di Amerika Serikat. Di Rumania pemberian suntikan antibiotika yang berulangkali dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya vaccine associated poliomyelitis. Imunisasi pada orang dewasa, imunisasi rutin untuk orang dewasa yang tinggal di daratan Amerika Serikat dan Kanada tidak diangap perlu. Namun imunisasi dasar perlu diberikan kepadaorang dewasa yang sebelumnya belum pernah mendapatkan imunisasi yang mereneanakan untuk bepergian ke negara endemis polio. Imunisasi juga perlu diberikan kepada anggota masyarakat atau keJompok masyarakat dimana virus polio masih ditemukan, untuk petugas laboratorium yang menangani spesimen yang mengandung virus polio dan kepada petugas kesehatan yang kemungkinan terpajan dengan kotoran penderita yang mengandung virus polio liar. IPV direkomendasikan untuk imunisasi dasar pada orang dewasa yaitu 2 dosis dengan interval 1-2 bulan dan dosis ketiga diberikan 6 -12 bulan kemudian. Untuk orang yang sebelumnya telah mendapat imunisasi lengkap dan sekarang mempunyai risiko yang tinggi untuk terpajan dapat diberikan dosis tambahan IPV.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada otoritas kesehatan setempat: Wajib dilaporkan setiap ditemukan adanya kasus kelumpuhan. WHO menyebutnya sebagai Disease Under Surveillance, Kelas lA. Di negara yang sedang melaksanakan program eradikasi polo, setiap kasus paralisis akut yang bersifat layuh (Accute Flaccid Paralysis (AFP), termasuk Guillain-Barre Syndrome, pada anak-anak berusia kurang dari 15 tahun harns segera dilaporkan. Hasil kultur virus dari tinja, informasi demografis, riwayat imunisasi, hasil pemeriksaan klinis serta pemeriksaan gejala sisa kelumpuhan setelah 60 hari harns disertakan dalam laporan tambahan. Riwayat imunisasi dan nomor lot vaksin harus dicatat. Kasus non paralitik harus dilaporkan juga kepada instansi kesehatan setempat,
2) Isolasi: Lakuan tindakan kewaspadaan enterik di rumah sakit untuk penderita yang disebabkan virus liar. Isolasi di lingkungan rumah tangga kurang bermanfaat oleh karena banyak angota keluarga sudah terinfeksi sebelum poliomyelitis dapat didiagnosa.
3) Disinfeksi serentak:
Lakukan disinfeksi terhadap discharge tenggorokan. Pada masyarakat dengan sistem pembuangan kotoran yang modern dan memadai, tinja dan urin dapat dibuang langsung ke dalam sistem pembuangan tinja tanpa dilakukan disinfeksi terlebih dahulu. Pembersihan menyeluruh.
4) Karantina:
Tidak begitu bermanfaat.
5) Perlindungan terhadap kontak:
Pemberian imunisasi kepada keluarga dan kontak dekat lainnya dianjurkan namun upaya ini tidak memberikan kontribusi langsung dalam pemberantasan KLB yang tetjadi; sering virus telah menginfeksi kontak dekat yang rentan pada saat kasus pertama kali ditemukan.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi:
Walaupun hanya ditemukan satu kasus paralitik pada suatu komunitas harns segera dilakukan investigasi. Pencarian secara cermat kasus-kasus tambahan AFP pada daerah sekitar penderita sebagai bukti kemampuan melakukan deteksi dini. Penemuan kasus-kasus tambahan secara dini akan mempermudah upaya pemberantasan dan pengobatan terhadap kasus¬kasus yang tidak dilaporkan.
7) Pengobatan spesifik:
Tidak ada. Untuk perawatan bagi penderita polio akut dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik serta peralatan yang memadai terutama bagi penderita yang membutuhkan bantuan alat bantu pernafasan. Fisioterapi sangat bermanfaat untuk memulihkan fungsi tubuh setelah mengalami kelumpuhan akibat poliomyelitis dan dapat mencegah terjadinya deformitas yang biasanya muncul belakangan.

C. Cara-cara Penanggulangan Wabah:
Di negara-negara yang sedang melaksanakan eradikasi polio, ditemukan satu kasus poliomyelitis saja sudah dianggap sebagai KLB. Dari hasil investigasi KLB, otoritas kesehatan dapat menentukan apakah perlu dilakukan program pemberian imunisasi tambahan.
D. Implikasi bencana:
Kepadatan hunian, berkumpulnya mereka yang rentan di suatu tempat seperti pada tempat-tempat penampungan pengungsi dan rusaknya infrastruktur sanitasi mempermudah terjadinya KLB.

E. Tindakan Internasional
1) WHO memasukkan poliomyelitis sebagai Disease under surveillance yaitu penyakit yang diamati terus dan ditargetkan untuk dieradikasi pada akhir tahun 2000. WHO meminta setiap Negara melaporkan segera apabila terjadi KLB di Negara mereka. Laporan lengkap tentang KLB ini dapat disusulkan kemudian. Isolasi virus dapat dilakukan di laboratorium yang ditunjuk. Dan laboratorium ini sudah diakreditasi sebagai bagian dariGlobal Polio Eradication Laboratory Network (Jaringan Laboratorium Global untuk eradikasi polio). Begitu virus dapat diisolasi maka dengan menggunakan pendekatan epidemiologi molekuler maka dapat dilacak sumber terjadinya KLB. Tiap negara diwajibkan mengirimkan laporan setiap bulan ke kantor WHO Regional, dimana negara tersebut menjadi anggota. PAHO (Pan American Health Organization) mentargetkan tercapainya eradikasi polio di benua Amerika pada akhir tahun 1990. Komisi Independen Internasional telah dibentuk untuk menilai apakah target ini suah tercapai apa belum. Komisi menyimpulkan dan memberikan sertifikasi bebas polio untuk benua Amerika, karena tidak ditemukan lagi penderita polio indegenous sejak bulan Agustus 1991.1
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=etiologi+polio&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=&aq=o&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=d7daa06d967c3daa
http://anakstikesgaulbanget.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan-pada-kasus-polio.html
http://74.125.153.132/search?q=cache:aPH6YvY4cB4J:www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi%3Fnewsid1029904675,39724,+epidemiologi+penyakit+polio&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://74.125.153.132/search?q=cache:-YjLqbEPAmoJ:www.surveilans.org/general.php%3Ftpl%3D%26id%3D1+epidemiologi+penyakit+polio&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://74.125.153.132/search?q=cache:8RX1zwZLVjIJ:medicastore.com/penyakit/40/Polio.html+penyakit+polio&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://74.125.153.132/search?q=cache:wrCvsPjJCLcJ:id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1798488-penyakit-polio/+penyakit+polio&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://pengobatangalihgumelar.blogspot.com/2009/01/penyakit-polio.html
http://anakuya.wordpress.com/2008/02/04/cegah-virus-polio-dengan-vaksinasi/
http://gladiator07.wordpress.com/2009/11/02/penyakit-polio/
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=153

Tidak ada komentar:

Posting Komentar